Silakan ketik ‘Mitos Rumania’ di mesin pencarian dan kamu akan langsung diarahkan pada banyak mitos seputar vampir dari negara beribukota Bukares tersebut. Pada banyak medium hiburan, mitos ini bakal sering kamu temukan sebagai latar suatu cerita, bahkan inti dari cerita itu sendiri.
Kamu akan menemui sosok Drakula, yang konon merupakan pangeran vampir, di beberapa film populer. Belakangan, kisah seputar vampir juga diangkat ke medium hiburan lain, kali ini lewat yang lebih baru: Video game. Kita sedang bicara soal Lady Dimitrescu di Resident Evil Village.
Namun, Rumania bukan cuma tentang vampir. Negara ini punya banyak hal lain yang juga tak kalah menarik. Video game termasuk salah satunya.
Jika saya menyebut video game di Rumania sangat berkembang, kamu bisa menganggapnya wajar karena kondisi teknologi di negara itu. Sebutlah kecepatan internet. Berdasarkan fixed broadband, kecepatan internet mereka terbaik keempat di dunia dengan download rata-rata 190,60 Mbps.
Namun, di Rumania, video game tak berjalan linier dengan kecepatan internet atau hal lain sejenisnya. Untuk mencapai kondisi yang kini mereka pijak, para pegiat game di sana mesti melakukan kerja ekstra, khususnya mereka yang berkecimpung di industri game indie.

Community Project Manager AMC Ro Studio, Georgiana Toea, mendatangi event Gamescom pada pertengahan 2019 di Rumania. Ia bertemu banyak pegiat game di sana. Mulai dari gamer biasa hingga pekerja-pekerja industri game. Yang lantas ia rasakan adalah takjub sekaligus terkejut.
Toea takjub karena melihat betapa bagusnya game-game yang dipamerkan sejumlah studio indie lokal di sana. Ia bertemu The Rikodu, studio yang menggarap Frankie’s Revenge. Sekilas tampak klise, tetapi detail yang muncul di sana sangat jarang kamu temui di game-game lain.
Memerankan sesosok robot, kamu punya misi menyelamatkan dunia dan akan tergabung di sebuah tim yang berisikan 1–4 pemain. Nah, robot tersebut terbuat dari benda-benda absurd. Ada perkakas rumah tangga, gergaji mesin, kaset, peluncur latihan tenis, jam, dan banyak benda lain.
Toea juga melihat karya-karya Those Awesome Guys, studio game yang sudah cukup populer di kancah internasional. Monster Prom yang terkenal itu berasal dari pengembangan mereka, begitu pula dengan Move or Die yang sudah terjual lebih dari 500 ribu copy.
Kemudian ada Sand Sailor Studio, Amber, Critique Gaming Studio, hingga studio milik dua wanita berbakat, Alexandru dan Cristina Simion. Keduanya bersama-sama mendirikan Last Tales yang kini sudah menelurkan beberapa game, salah satunya Raiders of the Lost Island.
Tentu masih banyak studio game lain. Dan berkat sumbangsih mereka, industri game Rumania tahun lalu mencatatkan omzet hingga 200 juta dolar Amerika. Ini kali pertama angka tersebut tercatat, demikian menurut studi tahunan Romanian Game Developers Association (RGDA).
Perkembangan itu sendiri beriringan dengan semakin menjamurnya beberapa perusahaan besar dunia yang mendirikan studio game mereka di Rumania. Ada Ubisoft, Electronic Arts, Gameloft, dan beberapa perusahaan game besar lain.
Menariknya, semua kondisi mereka raih di tengah tidak adanya sekolah khusus untuk pengembangan dan bisnis game. Inilah yang bikin Toea terkejut. Ini juga alasan mengapa ia dan rekan-rekannya di AMC membuka kelas grafis 3D khusus game di beberapa universitas Bukares.
“Hampir semua orang yang saya temui belajar secara otodidak. Tidak ada sekolah untuk pengembang game, apalagi bisnis. Bahkan tidak ada tempat yang secara serius mempelajari seni 3D,” tulis Toea.
Yang para pegiat game Rumania alami jadi bukti bahwa di tengah kondisi tak ideal sekalipun, siapa saja bisa berkembang dan menciptakan karya berkualitas. Kuncinya satu: Kerja keras. Toea sudah melihat bukti nyatanya lewat cerita orang-orang yang ia temui.
***
Beli voucher Steam Wallet, ya, di itemku! Udah hemat, gampang, cepat pula. Langsung cus aja!
Untuk press release, iklan, dan kerja sama lainnya dapat mengirim email ke anggasp@fivejack.com.