Bagaimana FIFA Menentukan Rating Setiap Pemain?

Kenapa Messi punya rating 93 dan Ronaldo cuma 92?

rating pemain fifa

Di FIFA 2021, Lionel Messi jadi pemain dengan overall rating tertinggi, yakni 93. Berikutnya ada Cristiano Ronaldo dengan rating 92, lalu Robert Lewandowski dengan rating 91, dan seterusnya. Bagaimana FIFA menentukan rating semua pemain tersebut?

Ada lebih dari 15 ribu pemain dari ratusan klub di sana dan FIFA menghitung semuanya, terutama yang berlisensi resmi. Maka, tak salah jika pertanyaan tadi muncul. Terlebih, rating itu adalah hasil akumulasi dari sederet statistik lain yang cukup rinci.

Mulai dari pace (kecepatan), shooting (tembakan), passing (operan), dribling (dribel), defence (pertahanan), hingga physique (fisik). Perlu kamu ingat, semua kategori ini masing-masing punya turunannya lagi. Misalnya pace yang terdiri dari kecepatan lari dan akselerasi. Lantas, bagaimana caranya?

Bagaimana FIFA menentukan rating?

EA Sports selaku pengembang FIFA memiliki tim khusus yang terdiri dari 25 produsen dan 400 kontributor dari luar. Tim ini berada di bawah komando Kepala Pengumpulan Data EA, Michael Müller-Möhring. Nah, merekalah yang bertanggung jawab terhadap statistik tiap pemain.

Karena ada banyak pemain dan penghitungannya terbilang rumit, tim tersebut tak bisa melakukannya seorang diri. Itulah kenapa mereka mempekerjakan komunitas yang berisikan 6000 sukarelawan dari berbagai negara. FIFA menyebutnya Talent Scout.

fifa 2021

Sebagian besar dari mereka adalah para penggemar dengan pengetahuan sepak bola lokal yang luas. Bahkan tak sedikit yang bidang pekerjaannya memang berkaitan dengan sepak bola seperti pelatih, pencari bakat, hingga jurnalis sepak bola.

Tugas mereka memberi saran apapun terkait statistik pemain: Mengapa statistik dribel Messi mesti seperti ini, kenapa Lewandowski lemah di bagian ini, dan sebagainya. Semua saran itu nantinya akan dimasukkan ke database online yang sudah EA sediakan.

Ketika data mulai masuk, tim Müller-Möhring akan melakukan verifikasi terlebih dahulu. Tentu bakal ada sejumlah perubahan, tetapi tak akan terlalu memengaruhi hasil perhitungan Talent Scout sebelumnya.

“Banyak liga yang kami masukkan dalam game, tapi tidak ada penyedia statistik khusus yang bisa menawarkan data untuk semua liga, tim, dan pemain,” tutur Müller-Möhring kepada ESPN.

“Ini juga alasan mengapa kami menggunakan database online. Tidak mungkin membeli data-data tersebut dengan cara tertentu karena memang tidak ada,” sambung dia.

Sepanjang musim berjalan, para sukarelawan tadi akan rutin memberi saran pada aspek-aspek tertentu. Tak selamanya menyangkut statistik, terkadang juga termasuk perubahan fisik seperti gaya rambut, tinggi dan berat badan, hingga cara mengenakan jersi.

Itulah kenapa kita mesti rutin mengunduh update pada game tiap periode tertentu. Hitungannya bisa per satu hingga dua bulan sekali. Semua mereka lakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang benar-benar terjadi di kehidupan nyata.

Pada dasarnya semua statistik ini adalah perkara abstrak. Maka, tak ada hitungan pasti apakah rating tiap pemain sudah terhitung secara akurat. Yang jelas, dalam beberapa tahun terakhir ada saja yang mengkritik perhitungan rating di FIFA.

Pada FIFA 19, misalnya, orang-orang menyoroti Arjen Robben yang cuma mendapat angka 79 untuk statistik kecepatan. Ini juga berlaku untuk Arturo Vidal yang cuma mendapat angka 57.

Tak sedikit pemain yang bahkan langsung mengkritik rating mereka sendiri karena tak puas. Dua tahun lalu, Jadon Sancho mengomentari statistik operannya yang rendah padahal dia baru saja menjadi pencetak assist terbanyak di Bundesliga dengan 14 assist

Yang terkini ada Romelu Lukaku. Lewat Twitter, dia mengkritisi perhitungan rating di FIFA 21. Lukaku sendiri mendapat rating keseluruhan 85 di game tersebut.

“Jujur aja, deh, FIFA sengaja mengacaukan peringkat mereka sehingga para pemain mengeluh yang akhirnya berdampak terhadap bertambahnya publisitas mereka. Saya tidak menyukai omong kosong ini. Saya tahu apa yang saya lakukan,” tulis Lukaku.

EA belum pernah merespons tanggapan pemain soal rating mereka. Namun, kritikan-kritikan yang muncul boleh jadi berkaitan dengan cara mereka menentukan statistik, misalnya menyangkut operan.

“Jika kamu bermain untuk tim seperti Bayern München dan Manchester City, atau jika kamu bermain di tim yang berbasis possession, kamu bakal punya persentase akurasi operan lebih tinggi dibanding pemain lain. Tapi itu tidak otomatis membuatmu jadi pengoper andal,” kata Müller-Möhring.

Pada akhirnya dia menegaskan bahwa angka statistik tak cuma berkaitan dengan individu itu sendiri, tetapi juga bagaimana kondisi timnya dan di liga mana mereka bermain. Itulah kenapa, Müller-Möhring mengatakan bahwa Messi bisa mendapat angka rendah seandainya bermain di Liga Irlandia.

Meski begitu, Müller-Möhring tak menampik fakta bahwa mereka pernah memberi rating secara serampangan alias tak sesuai dengan dunia betulan. Hanya saja, yang demikian cuma berlaku untuk sejumlah pemain dengan catatan khusus seperti Thomas Müller.

“Dia tidak pandai dalam hal apapun, selain positioning,” kata Müller-Möhring. “Jadi, jika kamu memberi rating Thomas Müller dengan benar, dia akan mendapatkan peringkat yang boleh dibilang tidak masuk akal. Itu terlalu rendah.”

Lantas, EA secara subjektif meningkatkan statistik Mueller sebab bagaimanapun, sosok asal Jerman ini adalah pemain hebat meski secara individu dia tampak tak bisa apa-apa. 

“Dia selalu menemukan posisi terbaik di dalam lapangan. Itu luar biasa,” ujar Müller-Möhring.

Pada akhirnya, perhitungan rating pemain di game sepak bola seperti FIFA memang terkesan abstrak. Tapi rasanya terbilang wajar mengingat matematika saja tidak berlaku di sepak bola. Kalaupun kamu merasa angka-angka itu tak mencerminkan dunia nyata, camkan saja dalam diri bahwa FIFA, toh, sebetulnya cuma dunia virtual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *